Oleh : dr. Rudy Kurniawan, SpPD, DipTH
Penderita diabetes atau biasa disebut diabetesi semakin bertambah banyak tiap tahunnya. Berdasarkan data International Diabetes Federation tahun 2021, terdapat 19,47 juta penderita diabetes yang jumlahnya jauh melebihi prediksi sebelumnya.
Angka ini diperiksakan masih terus bertambah hingga mencapai 28,57 juta pada tahun 2045. Perlu diingat, diabetes tidak hanya masalah gula darah tetapi juga terkait beragam komplikasi yang harus dievaluasi sejak dini, seperti penyakit jantung koroner, gangguan ginjal (nefropati), gangguan pada retina (retinopati), gangguan saraf (neuropati), gangguan kulit (dermopati), disfungsi seksual, dll. Nyatanya selain beragam komplikasi medis tersebut, diabetes juga berdampak pada kondisi mental dan sosial seseorang.
Menurut Diabetes Miles Study tahun 2019, sekitar 30% pasien dengan diabetes mengalami depresi dengan beragam spektrum, di mana setengahnya merasa ada yang salah dengan pola hidup di masa lalunya. Alhasil, kondisi depresi ini sering kali menjadi hambatan bagi diabetes untuk mencapai kondisi diabetes yang terkontrol.
Seperti yang kita ketahui bahwa perawatan diabetes itu tidak hanya sebatas minum obat atau menyuntikkan insulin. Ada beberapa hal lain yang harus diterapkan seperti konsumsi makanan sehat, aktif berolahraga, dan kontrol ke dokter untuk evaluasi diabetes.
Kemudian pemeriksaan gula darah secara mandiri sesuai dengan jadwal yang dianjurkan juga penting untuk dilakukan. Dukungan keluarga atau kerabat sebagai circle terdekat dinilai dapat membantu penderita diabetes untuk mengontrol diabetes, terutama untuk kasus diabetes dengan beragam komplikasi.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh keluarga atau kerabat sebagai bentuk dukungan kepada anggota keluarganya yang mengalami diabetes.
1. Mengingatkan minum obat
Sebagian diabetesi merasa enggan atau bahkan malu untuk meminum obat di depan anggota keluarga sehingga jadwal minum obat menjadi tidak teratur. Sebagian diabetesi merasa terstigma sebagai kelompok lemah di dalam anggota keluarganya. Padahal, sebagai keluarga kita justru berperan menjadi garda terdepan untuk menangkal stigma ini. Kita dapat membantu anggota keluarga yang mengalami diabetes untuk minum obat dengan teratur serta tidak perlu malu sebagai diabetes.
2. Ikut konsumsi makanan sehat
Kata siapa bahwa hanya diabetesi yang wajib makan makanan sehat? Orang tanpa diabetes pun harus makan makanan sehat untuk mengurangi risiko penyakit metabolik termasuk diabetes. Dengan makan makanan sehat bersama, anggota keluarga yang mengalami diabetes tidak merasa dibeda-bedakan dan mendapat dukungan psikis yang baik dari keluarganya
3. Olahraga bersama
Olahraga akan jauh lebih menyenangkan dilakukan secara bersama. Selain lebih sehat, dengan berolahraga bersama akan meningkatkan kedekatan emosi antaranggota keluarga. Hal ini juga membantu diabetesi untuk tetap rutin berolahraga.
4. Membantu cek gula darah.
Kita dapat membantu mengecek gula darah anggota keluarga kita yang mengalami diabetes. Meskipun diabetesi dapat melakukannya sendiri, tetapi bantuan kecil kita sebagai keluarga akan sangat berarti.
5. Menemani kontrol ke dokter
Seorang diabetesi yang sudah berulang kali kontrol ke dokter di klinik atau rumah sakit cenderung mengalami kejenuhan. Beberapa diabetesi juga merasa capek atas serangkaian proses yang harus dijalani selama kontrol. Nah, dalam hal ini anggota keluarga dapat menjadi teman untuk mengurangi kebosanan saat di klinik/rumah sakit, sekedar mengobrol, membantu administrasi, atau menjadi telinga kedua atas anjuran dokter sehingga mengurangi risiko miskomunikasi antara dokter dan pasien.
6. Mengawasi perubahan kondisi
Sebagai anggota keluarga, kita sudah sewajarnya tahu apa saja komplikasi diabetes, baik yang bersifat akut (cepat) atau kronis (menahun). Hal ini bertujuan agar kita dapat mengetahui perubahan yang terjadi dan mengetahui pertolongan apa yang harus dilakukan, misalnya terjadi hipoglikemia (kadar gula darah rendah <70 mg/dL), kita dapat membantu dengan memberikan asupan manis untuk mengatasinya.
Fakta menarik lainnya adalah ternyata peran keluarga tidak hanya sebatas pada anggota keluarga yang mengalami diabetes, tetapi juga kepada anggota lain yang tidak mengalami diabetes. Berdasarkan penelitian Shirinzadeh dkk tahun 2019, keluarga dapat berperan sebagai komunitas terkecil yang membantu dalam pencegahan diabetes, yakni melalui pola hidup sehat yang diterapkan di dalam keluarga tersebut.
Let’s support our family, no one fights alone!